Perbankan syariah
dikembangkan sebagai sebuah alternatif bagi praktik perbankan konvensional.
Kritik terhadap bank konvensional oleh konsep perbankan syariah bukanlah
menolak bank dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan melainkan
dalam karakteristik kegiatan bank konvensional masih terdapat unsur riba, judi
(maysir), ketidakpastian (gharar), dan bathil. Dengan dilarangnya riba, maysir,
gharar, dan bathil dalam transaksi perbankan maka sebagai gantinya dapat
menerapkan akad-akad yang sesuai dengan etika bisnis Islam. Setidaknya ada lima
hal yang membedakan perbankan syariah dengan perbankan konvensional yaitu (1)
filosofi dan nilai dasar organisasi; (2) provisi produk dan jasa bebas bunga;
(3) pembatasan pada perjanjian yang diperbolehkan menurut syariat Islam; (4)
fokus pada pengembangan dan tujuan sosial; (5) adanya review tambahan dari
dewan pengawas syariah (Haniffa, Hudaib, 2007).
Filosofi yang
mendasari mengenai pengembangan perbankan syariah adalah untuk menyelamatkan
jiwa, akal, agama, harta, dan keturunan umat Islam dari transaksi yang
diharamkan oleh syariat Islam, khususnya transaksi dalam bidang perbankan.
Keberadaan perbankan syariah yang menjunjung tinggi prinsip etika bisnis Islam
adalah mutlak diperlukan sebagai fasilitator transaksi yang halal menurut
syariat Islam. Di Indonesia, perbankan syariah dipelopori oleh Bank Muamalat
Indonesia yang berdiri pada tahun 1991 yang diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), sekelompok
pengusaha Muslim, dan Pemerintah Indonesia. Bank Muamalat Indonesia mulai
melakukan operasi secara resmi pada bulan Mei 1992 setelah adanya Undang-Undang
Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang mengatur tentang izin pengoperasian perbankan
dengan prinsip syariah. Untuk mempercepat perkembangan perbankan syariah di
Indonesia, maka pemerintah memutuskan menerapkan sistem perbankan ganda (dual
banking system) sehingga selain bank syariah murni, bank konvensional juga
diberikan kesempatan untuk memberikan layanan syariah melalui mekanisme islamic
window dengan membentuk Unit Usaha Syariah (Umam, 2009).
Penerapan prinsip
etika bisnis Islam dalam praktik perbankan syariah merupakan persyaratan mutlak
yang harus dipenuhi menurut tuntunan syariat agama Islam dan sebagai identitas
pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional sehingga apabila perbankan
syariah tidak menerapkan prinsip etika bisnis Islam secara memadai maka akan
kehilangan nilai lebih yang dimilikinya bila dibandingkan dengan bank
konvensional, dan pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup perbankan
syariah di masa depan. Penyimpangan terhadap prinsip etika bisnis syariah akan
menimbulkan ketidakselarasan dengan cita-cita syariat agama Islam dan mengancam
kelangsungan hidup bank syariah itu sendiri. Sayangnya masih banyak tantangan
yang harus dihadapi dalam penerapan prinsip etika bisnis Islam dalam perbankan
syariah sehingga dibutuhkan sinergi para pemangku kepentingan (stakeholder) baik
eksternal maupun internal dalam mengatasi berbagai tantangan tersebut.