Permintaan Pinjaman Daring Meningkat di Tengah Rendahnya Literasi Keuangan
TEMPO.CO, Jakarta – Permintaan terhadap layanan pinjaman daring diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2025, terutama menjelang periode Ramadan dan Idul Fitri. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan bahwa lonjakan ini didorong oleh kebutuhan pembiayaan konsumtif masyarakat.
Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, mengungkapkan bahwa pinjaman daring menawarkan kemudahan dalam proses pembiayaan. Namun, ia menekankan pentingnya kesadaran finansial dan pemahaman risiko bagi masyarakat, khususnya selama periode peningkatan kebutuhan seperti Ramadan dan Idul Fitri. Perencanaan keuangan yang bijak dapat mencegah beban utang yang berlebihan setelah Lebaran.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa penyaluran pembiayaan pinjaman daring pada Maret 2023 mencapai Rp 19,73 triliun, meningkat 8,4 persen dari bulan sebelumnya. Tren serupa terjadi pada Maret 2024 dengan penyaluran sebesar Rp 22,76 triliun, naik 8,9 persen dari Februari 2024.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI, Kuseryansyah, mengingatkan bahwa tingginya kebutuhan pembiayaan dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan pinjaman online ilegal. Beberapa pelaku usaha pinjol ilegal menawarkan syarat yang mudah namun membebankan bunga dan biaya layanan yang sangat tinggi, yang dapat memberatkan konsumen. Selain itu, rendahnya literasi keuangan di masyarakat menyebabkan ketidaktahuan mengenai hak dan kewajiban atas pinjaman di platform online.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, memproyeksikan peningkatan permintaan pinjaman daring dan pembiayaan produk buy now pay later (BNPL) menjelang Lebaran 2025. Ia berharap peningkatan ini tetap terkendali agar tidak menimbulkan peningkatan pembiayaan bermasalah.
Pada Januari 2025, outstanding pembiayaan fintech lending tercatat sebesar Rp 78,50 triliun, meningkat 29,94 persen secara tahunan. Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) berada di posisi 2,52 persen, menurun dari Desember 2024 sebesar 2,60 persen. Sementara itu, pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada Januari 2025 meningkat sebesar 41,9 persen secara tahunan menjadi Rp 7,12 triliun dengan NPF bruto sebesar 3,37 persen.
AFPI menekankan pentingnya edukasi keuangan dan kehati-hatian dalam menggunakan layanan pinjaman daring agar masyarakat tidak terjebak dalam utang yang memberatkan.